Bee and Honey

Lebah: Arsitek yang Handal
Pertama-tama kami akan membahas tentang lebah sehingga kita dapat lebih meyakini kekuasaan Allah Swt. atas segala penciptaannya. Dalam Al Qur’an Allah berfirman, “…dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya,…”. Dari kalimat ini kita tahu bahwa lebah yang dalam film kartun biasa digambarkan sebagai penyengat, namun dalam Al Qur’an ia mendapatkan keistimewaan.
Lebah merupakan arsitek yang handal. Karya nyatanya yaitu bangunan heksagonal yang kokoh nan menawan. Para ahli matematika menyadari satu hal terpenting. Dari semua bentuk geometris tersebut, yang memiliki keliling paling kecil adalah bentuk heksagonal. Karena alasan inilah, walaupun bentuk-bentuk tersebut menutupi daerah yang sama, tapi bahan yang diperlukan untuk membangun bentuk heksagonal lebih sedikit dibandingkan dengan persegi atau segitiga. Jadi suatu kantung heksagonal adalah bentuk terbaik untuk memperoleh kapasitas simpan terbesar, dengan bahan baku lilin dalam jumlah paling sedikit.
Lebah juga menghitung besar sudut pada saat membangun sarangnya. Sudut bagian dalam sarang adalah hal yang penting, yaitu 120o. Selain itu, kemiringan sarang terhadap tanah juga sangat penting. Sehingga semua madu yang kami simpan akan tumpah ke tanah.
Proses Pembuatan Madu
Madu dihasilkan oleh lebah melalui proses yang sangat luar biasa. Lebah madu (Apis mellifera) menghisap nectar bunga, yang berupa cairan kental seperti sirup, berwarna kuning atau coklat kekuninggan. Kemudian terjadi proses enzimatik pemecahan karbohidrat pada ludah lebah mengubah sakarosa menjadi dekstrosa dan fruktosa.
Selanjutnya lebah menjulurkan lidahnya untuk memindahkan Madu sedikit demi sedikit dari dalam perut madu ke sarang lebah. Di dalam sarang lebah kadar air terus diturunkan lebih lanjut dengan laju penurunan yang lebih tinggi melalui putaran sayap-sayap lebah yang terus menerus mensirkulasikan hawa hangat ke seluruh ruangan dalam sarang lebah.
Tahap akhir yaitu proses pembentukan senyawa hidroksi metil furfural yang bersifat antibacterial dan antijamur oleh lebah penjaga sarang. Lebah ini juga yang akan mengibas-ibaskan sayapnya sehingga air dalam madu dapat diuapkan.
Sifat Antibakterial Madu
Penelitian yang telah dipublikasikan dalam situs jurnal-jurnal kedokteran telah membuktikan bahwa madu memiliki sifat antimkroba spektrum luas terhadap bakteri dan jamur. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan penggunaan agen ini agar efektif dalam praktek klinis.
Landasan teori mengapa madu dapat menyembuhkan luka adalah berdasarkan sifat-sifat madu antara lain:
1.      Efek osmotik
Madu meliliki efek osmotik yaitu memiliki osmolaritas yang cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba.  Madu merupakan cairan yang mengandung glukosa dengan saturasi yang tinggi yang mempunyai interaksi yang kuat terhadap molekul air. Kekurangan kadar air dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Dari penelitian telah dtemukan bahwa luka yang terinfeksi dengan staphylococcus aureus dan diberi madu luka menjadi steril.
2.      Aktivitas hydrogen peroxide
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hydrogen peroxide mempunyai efek kurang baik untuk jaringan, akan tetapi hydrogen peroxide yang terkandung dalam madu adalah berkisar 1 mmol/l atau 1000 kali lebih rendah dari 3% cairan yang umum dipakai sebagai antiseptic dan masih efektif sebagai antibacterial dan tidak merusak sel fibroblast. Efek dari hydrogen peroxide yang bersifat merusak dapat dikurangi karena madu mempunyai anti oksidan yang dapat membersihkan radikal oksigen bebas. Selain itu madu juga menonaktifkan zat besi sebagai katalisator.
3. Komponen Fitokimia
Manuka (Leptospermum scoparium) madu dari Selandia Baru telah ditemukan memiliki tingkat substansial aktivitas antibakteri non-peroksida. Hal ini terkait dengan komponen fitokimia tak dikenal, meskipun penelitian lebih lanjut masih harus diselesaikan.
4. Meningkatkan aktivitas limfosit dan fagosit
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa proliferasi darah perifer B-limfosit dan T-limfosit pada kultur sel dirangsang oleh madu pada konsentrasi serendah 0,1%, dan fagosit yang diaktifkan dengan madu pada konsentrasi serendah 0,1%. Madu (pada konsentrasi 1%) juga merangsang monosit pada kultur sel untuk melepaskan sitokin, tumor nekrosis faktor (TNF)-alpha, interleukin (IL) -1 dan IL-6, yang mengaktifkan respon imun untuk infeksi.
5     Potensi Antibakterial
Madu dihasilkan dari berbagai sumber bunga yang berbeda dan aktivitas antimikroba bervariasi tergantung asal dan pengolahan. Aristotle (384-322 BC), ketika mendiskusikan tentang perbedaan madu, menunjukkan bahwa madu yang berwarna pucat baik untuk salep mata dan luka. dan madu manuka memiliki reputasi lama dalam pengetahuan orang Selandia Baru-untuk sifat antiseptiknya.
Walau terdapat perbedaan aktivitas antibakterial, madu tetap berkontribusi dengan baik dalam mengobati luka. Hal ini telah dilaporkan oleh beberapa rumah sakit. Mereka malaporkan bahwa luka terinfeksi dengan cepat dapat steril dalam waktu 3-6 hari. Sebagian lainnya melaporkan pembersihan luka menyampai 2 minggu.Selain itu sebuah percobaan terkontrol acak menemukan eksisi dini tangensial dan penyambungan kulit lebih unggul untuk madu dalam mengendalikan infeksi dalam perawatan luka bakar sedang.
Sumber-sumber:
http://harunyahya.com/indo Harun Yahya Internasional 2004. Lebah Madu, Pembuat Sarang yang Sempurna.
Hashman, Ade. 2009. Mengapa Rasulullah Saw. Tidak Pernah Sakit?. Jakarta: Mizan Republika
Molan PC. The antibacterial activity of honey. 1.The nature of the antibacterial activity. Bee World 1992; 73(1): 5-28
Chirife J, Herszage L, Joseph A, Kohn ES. In vitro study of bacterial growth inhibition in concentrated sugar solutions: microbiological basis for the use of sugar in treating infected wounds. Antimicrob Agents Chemother 1983; 23(5): 766-73.
Efem SE. Clinical observations on the wound healing properties of honey. Br J Surg 1988; 75(7): 679-81.
Gunther RT. The Greek Herbal of Dioscorides. New York: Hafner, 1934 (reprinted 1959).
Frankel S, Robinson GE, Berenbaum MR. Antioxidant capacity and correlated characteristics of 14 unifloral honeys. J Apic Res 1998; 37(1): 27-31.
Bunting CM. The production of hydrogen peroxide by honey and its relevance to wound healing. MSc thesis. University of Waikato. 2001.
Allen KL, Molan PC, Reid GM. A survey of the antibacterial activity of some New Zealand honeys. J Pharm Pharmacol 1991; 43(12): 817-22.
Abuharfeil N, Al-Oran R, Abo-Shehada M. The effect of bee honey on the proliferative activity of human B- and T-lymphocytes and the activity of phagocytes. Food Agric Immunol 1999; 11: 169-77.
Tonks A, Cooper RA, Price AJ, Molan PC, Jones KP. Stimulation of tnf-alpha release in monocytes by honey. Cytokine 2001; 14(4): 240-2.
Braniki FJ. Surgery in Western Kenya. Ann R Coll Surg Engl 1981; 63: 348-52.
Harris S. Honey for the treatment of superficial wounds: a case report and review. Primary Intention 1994; 2(4): 18-23.
Subrahmanyam M. Early tangential excision and skin grafting of moderate burns is superior to honey dressing: a prospective randomised trial. Burns 1999; 25(8): 729-31.